Beranda

Langsung ke konten utama

Review MEMOIRS OF A GEISHA (2005)



Jika ada gelar 'pekerjaan paling sulit dijalani di dunia', saya akan menyemati julukan tersebut pada Geisha. 

Diangkat dari novel berjudul senada karya Arthur Golden, film tahun 2005 yang dibintangi oleh pemeran dari beragam negara ini mengisahkan jalan hidup Chiyo: gadis bermata memesona yang memilih menjadi seorang geisha. 

REVIEW 

Saya mengenal profesi geisha lewat drakor Gu Family Book. Kesan saya, profesi ini hampir mirip dengan prostitusi. Namun ternyata, ia adalah bagian dari budaya Jepang yang punya sejarah panjang. 

Memoirs of a Geisha, sebagaimana judulnya, mencoba menggambarkan kehidupan geisha yang penuh rahasia lewat Sayuri. Rekrutmen, sekolah khusus geisha, proses panjang menekuni berbagai keterampilan, hingga konflik-konflik yang sedikit banyak dialami mereka. 

Jika mengambil contoh di zaman modern, saya kira konsep masa 'training' nya mirip dengan profesi idol Korea. Sebelum debut, latihan bertahun-tahun hingga dirasa cukup bergelar 'entertainer'. 


Sayuri dalam Memoirs of a Geisha mempelajari musik, tari, lakon, menuang minuman ala geisha dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan hingga ia dianggap mampu untuk debut sebagai maiko (pra-geisha) dan tampil di depan publik. 

Tahapan selanjutnya, jika ia ingin benar-benar meniti karir di profesi ini, Sayuri harus melalui mizuage (lelang keperawanan). Ia akan disemati gelar geisha jika mampu bermalam dengan pembeli tertinggi. 

Dan rupanya, sampai sini, sisi historis geisha ternoda. Dalam beberapa artikel dan keterangan Mineko Iwasaki--geisha masyhur--yang diwawancarai Arthur Golden untuk riset novel, lelang keperawanan menyimpang dari sejarah. Mizuage dimaknai secara berlebihan oleh imajinasi pria Amerika sebagai penulisnya.


Penonton film ini, jika tidak tahu sejarah aslinya, menurut saya akan mudah tersesat dan miskonsepsi mengenai geisha. Padahal produk fiksi-historis dari berbagai bentuk, harusnya tidak memelintir bagian yang merupakan fakta sejarah. 

Maka dari itu, Mineko Iwasaki yang meminta syarat kerahasiaan profil untuk kesediaan wawancara, menggugat sang penulis. Penyelewengan fakta sejarah itu membuatnya dikritik keras karena bersedia menjadi narasumber untuk novel yang problematik. 

CINTA TIDAK UNTUK DIMILIKI SEORANG GEISHA 

Sedari awal, narasi film menyorot interaksi Chiyo dan Chairman. 

Keduanya bertemu tak sengaja di jembatan. Pria matang bergelar Chairman itu menghibur Chiyo kecil bermata laksana air yang sedang bersedih. Chiyo dibelikan penganan, diajak bersenang-senang, dan diberikan sedikit uang. 

Momen itu melekat di hati Chiyo. Entah kagum, naksir atau cinta. Pokoknya, jika sebelumnya ia membenci dijual untuk dijadikan geisha, kini ia bertekad menekuninya. Demi reuni dengan pria berwibawa itu dan berjalan di sampingnya seperti geisha-geisha lainnya.


Chiyo menjalani tugasnya hari demi hari sebagai 'budak' karena berhutang banyak pada 'Oto-san' nya, sembari menyemai harapan tentang impian tersebut. Lalu seolah takdir mengamini, di usianya yang 15, Chiyo bertemu lagi dengan Chairman secara tak sengaja. 

Disinilah saya percaya, rasa yang disimpan Chiyo adalah ketertarikan. 

Sejak itu, sebagaimana narasi di Memoirs of Geisha yang dibacakan oleh entah siapa, kejutan-kejutan mulai muncul dalam hidup Chiyo. Salah satunya adalah direkrutnya ia sebagai murid oleh salah satu geisha paling terkenal, Mameha. 

Mameha mengajarinya berbagai keahlian, membantunya mewujudkan keinginannya untuk menjadi seorang Geisha. Dan begitulah kisah mengalir, hingga Chiyo berganti nama menjadi Sayuri, melalui mizuage, dan resmi beprofesi sebagai geisha.

Dia semakin dekat dengan tujuannya (Chairman). Kita pun disuguhi beragam momen sekejap mata yang, 'kita saja tahu bahwa sesungguhnya Chairman juga tertarik pada Sayuri'. 

Curi-curi pandang. Membantu dari balik layar. Mengagumi. Mengkhawatirkan. Kecemburuan. Keinginan untuk bersama. 

Perjuangan yang tak mudah. Sebab keduanya berhadapan dengan profesi Sayuri yang mau tak mau harus berhadapan dengan bermacam lelaki. Ditambah teman dekat Chairman menunjukkan ketertarikan yang sama, dan Chairman memilih mundur sebab berhutang nyawa. 

Sayuri hampir putus asa memastikan cintanya tersampaikan. Ia merencanakan makar, yang pada akhirnya benar-benar menerjunkan harapannya ke ujung jurang. 

Ia mengesampingkan cintanya, fokus bekerja kembali sebagai Geisha pasca perang Dunia ke-2. Sementara kabar Chairman tak terendus lagi. 

Lantas ketika kita juga ikut berduka atas cinta mereka yang tak punya titik temu, Sayuri dikejutkan oleh kehadiran tiba-tiba sang Chairman, beserta fakta tentang seberapa besar pria itu berkorban selama ini untuk Sayuri.

Kejutan bernama Mameha itu rupanya adalah rencana besar Chairman. Dia mencintai Sayuri dalam keheningan, selalu berharap bisa memosisikan Sayuri di sisi. Ia berencana menyerah karena kawannya juga menginginkan Sayuri, namun kini tak lagi bisa menahan luapan cinta. 

Saya terpesona pada kalimat puitis nan indah Sayuri untuk membalas pernyataan cinta Chairman. Dengan intonasi tertahan dan mata memikat laksana airnya yang berkaca-kaca, dia berkata begini, 

Kau tahu? Semua langkah yang kuambil sejak dari jembatan itu, tak lain adalah untuk lebih mendekat padamu. 

Sebuah penutup yang romantis dan mengesankan untuk me-wrap cerita. Pas, puitis, memorable. Sampai sekarang, adegan itu masih membuat saya terkenang. 

Overall, terlepas dari kontroversi dan penyelewengan fakta sejarah, Memoirs of a Geisha menurut saya masih layak dinikmati, dengan syarat kita memandangnya sebagai hiburan semata. 

Bravo! 







Komentar