Beranda

Langsung ke konten utama

Menilai Sebuah Hubungan

Source: The Minds Journal

Daisy selalu merasa hubungan antar manusia itu rumit.

Kapan lalu, salah seorang temannya, Nanda, menikah. Daisy baru tahu saat melihat status whatsapp nya, sambil membatin, "Eh nih anak kapan ngundangnya dah, udah nikah aja nggak bilang-bilang."

Mereka berdua lulus dari SMA yang sama. Dulu saat masih di SMA, Daisy hanya mengenal Nanda sepintas lalu, hanya tahu bahwa Nanda dekat dengan salah seorang teman kelasnya. Mereka bertemu lagi di bangku kuliah, tapi beda jurusan. 

Merasa jadi satu alumni dan sedang di tanah rantau, Daisy menganggap Nanda seperti saudara sendiri. Mereka sering bertukar cerita, pernah berpetualang bersama, dan terkadang saling diskusi tentang jurusan masing-masing. Kendati memang Nanda sudah punya circle-nya sendiri.

Heran dengan tidak adanya undangan pernikahan, Daisy mengirim pesan pada Nanda, pura-pura sebal berkata bahwa ia tidak diundang. Nanda membalas dengan emotikon tertawa, bahwa ia sudah menyebar undangan jauh-jauh hari via snap whatsapp. 

"Ya ampun, Nan. Snap WA cuma 24 jam kali. Jahat deh."
"Iya deh, maaaf."

Daisy memaklumi barangkali Nanda memang lupa. Atau mungkin sudah membagi undangan lewat grup whatsapp, hanya saja tidak tersampaikan padanya karena mereka tidak pernah satu grup. Pernah ada satu grup alumni SMA, tapi sudah bubar gara-gara sepi. 

Tapi sejak peristiwa ini, Daisy jadi berpikir. Sudah beberapa kali kejadian seperti ini mampir, bahkan oleh salah seorang sepupu yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri. 

Jangan-jangan hanya dirinya yang menganggap hubungan-hubungan itu sudah sangat dekat untuk saling memberi kabar bahagia, nyatanya bagi mereka tidak. Jangan-jangan ia hanya ge er, sedangkan mereka tidak menganggapnya sepenting itu?

Beda dengan Daisy, Clara menceritakan kisah berbeda.
Suatu kali ia kebagian jatah presentasi bersama dengan Meri. WFH begini, membuat kegiatan perkuliahan dipindah ke grup whatsapp.
Sore sebelum hari H, Meri mengirim chat pada Clara. "Eh, kamu udah selesai bikin makalahnya? Jangan cepet-cepet yha, aku baru dapet empat halaman nih, minim referensi."
Clara membalas, "Belom masih ngerjain gue mah."

Malam tiba, dan Clara masih berkutat dengan makalah yang masih setengah jadi.
Ia beralih mengecek whatsapp ketika ada notifikasi masuk. Dari grup diskusi mata kuliah, Meri sudah menyetor makalahnya. 

Clara tertawa sarkas. "Ya ampun, tadi sore anak ini ngeluh minim referensi, masih baru dapet empat halaman. Sekarang nyetor duluan. Trus chat tadi mbujuk jangan cepet-cepet tuh maksudnya apa coba?"

Ia menggeleng-geleng tak mengerti. Dalam hati mengeluh, pikiran cewek emang susah dipahami. Lalu sadar, dia kan juga perempuan. 

Yah, entahlah. 

Komentar