Seolah mewakili berita-berita perselingkuhan yang banyak berseliweran dan buat resah, Hanung Bramantyo lagi-lagi mbikin film religi berkaitan dengan isu tersebut.
Ipar adalah Maut. Judulnya ditengarai diambil dari hadis Nabi riwayat Bukhari Muslim, mengangkat kisah nyata yang diceritakan oleh Eliza Sifa.
Hype nya nyata, tapi layak ditonton nggak, nih?
Mari kita bedah.
disclaimer: this review contains spoilers
SINOPSIS
Aris-Nissa bertemu sebagai dosen dan mahasiswa. Keduanya saling tertarik dengan karakter baiknya masing-masing, dilatari kebutuhan akan sosok bapak dan ibu keduanya yang telah lama wafat.
Aris yang hangat, bak malaikat, perhatian, family man. Lalu Nissa yang independen, gigih nan cerdas.
Singkat cerita, mereka menikah, tinggal di Semarang dan punya anak perempuan lucu bernama Rayya. Melalui sekian tahun biduk rumah tangga, Aris tetap bekerja sebagai dosen dan Nissa bersama kawan karibnya, Manda, membuka bakery yang jadi cita-cita Nissa sejak sebelum menikah, diberi nama brand "Legi Roti."
Lantas suatu kali, ibu Nisa memberi usul. Rani, bungsu sekaligus saudara Nissa satu-satunya, sudah menginjak bangku kuliah. Ibu bilang, ia khawatir jika Rani tinggal di kos, takut salah pergaulan. Ibu--sebetulnya berat hati--, meminta Nissa untuk bersedia menampung Rani di rumah mereka.
Pada awalnya, Nissa juga keberatan. Namun setelah berdiskusi dengan Aris, keduanya sepakat untuk mempersilahkan Rani tinggal bersama.
"Rani, kan adikku juga."
Yang Aris dan Nissa tidak sadari, meski Aris telah menganggap Rani seperti adik sendiri, ipar tetaplah ipar. Jika lain jenis, ia bukan mahram. Tidak diikat halalnya hubungan dengan janji suci bernama akad.
Keduanya dalam agama adalah orang asing, dan seharusnya dilarang bersama dalam satu atap.
Badai paling besar biasanya datang tanpa tanda-tanda.
Aris dan Rani yang awalnya hanya berinteraksi seperti adik-kakak kandung, mulai saling memiliki ketertarikan antara pria-wanita dewasa.
Hubungan keduanya bagai angin sepoi, bertiup pelan, namun diam-diam bertumpuk, berputar-putar hingga jadi topan.
REVIEW
Nonton tanpa ekspektasi apa-apa, tapi Ipar adalah Maut saya nobatkan sebagai salah satu film rekomendasi tahun ini!
Menit-menit awal, kita akan diajak baper-baperan dengan kisah cinta Aris dan Nissa. Aris itu dosen lulusan luar negeri, solih, ganteng, tinggi, pintar, act of service banget lagi! Gimana Nissa yang udah lama kekurangan sosok bapak nggak kesemsem?
Aris juga sama. Kendati mungkin jatuh cintanya karena sosok Nissa sendiri, tapi dia pernah bilang, Nissa itu independen woman. Dan Aris menyukai karakter tersebut, karena almarhumah ibunya juga demikian.
Setelah baper-baperan, mulailah percikan konflik pertama. Yang sudah kita tahu banget dari awal, film ini tuh memang mengangkat tema perselingkuhan.
Aris-Rani mulai dikasih adegan saling kepergok ala-ala 🤣. Entah Rani lagi keluar kamar nggak menutup aurat, nggak sengaja kisseu pas Aris niatnya memeluk buat menenangkan, kepeleset di kamar mandi macam sinetron lah.
Duh, adegan-adegan yang nggak disengaja, tapi sebenarnya bisa loh dijauhi kalau dua-duanya dalam keadaan biasa aja. Ya gimana mau saling menjauh, kalau keduanya udah saling tertarik, dipicu oleh tipisnya prinsip menjaga aurat dan menundukkan pandangan masing-masing.
Mulai dah nih, tensi darah mulai meningkat 😂
Aris-Rani wis nggak peduli sama norma dan agama. Selingkuh di berbagai tempat, nggak kenal waktu. Sementara Nissa tambah sibuk dengan pembukaan cabang Legi Roti hingga dia kudu bolak-balik antar kota.
Lhaaa makin seneng lah itu berdua dengan sibuknya Nissa. Bahkan di rumah, yang seharusnya diciptakan kenangan bahagianya Aris-Nissa, kini udah dikotori dengan perbuatan bejat dua makhluk ini.
Nggak terhitung berapa kali saya pengen lempar sepatu ke Aris di layar bioskop 😅😌.
Bayangin, ya, laki-laki gemar beribadah yang dijuluki Manda bak malaikat sebab sangat baik hati, kini jadi peselingkuh nggak tahu malu yang pandai bermuka dua.
Dia, bisa-bisanya, habis check in dengan Rani, senyam-senyum senang di hadapan mbaknya! Kemana harga dirinya! Sebagai suami, ayah, dosen dan hamba! Hih!
Rani nya juga. "Mas Aris sebenarnya nganggep aku apa? Pelampiasan nafsu aja?"
Hilih. Nyenyenyenyenye.
YA, ANDA MINTA LEBIH DARI ITU? NGACA, MBAK, NGACA!!!
AKTING SUPER
Duh, kzl saya.
Begitu menjiwainya akting para pemerannya ini, apalagi di adegan pamungkas, ketika Nissa akhirnya tahu Aris selingkuh dengan adiknya sendiri.
Nissa duduk diam, terlihat di matanya kompleksitas emosi sampai dia kehilangan kata-kata.
Bahkan di mimpi paling liar sekalipun, wanita mana yang akan menduga dia diselingkuhi oleh saudara kandungnya sendiri.
SAKIT JIWA.
Ada kayaknya 2-5 menit scene Michelle Zudith meluapkan emosi. Dari ketidakpercayaan, marah besar, sampai jijik.
Wah, saya salut sekali dia bisa mengatur-atur emosinya sepanjang durasi itu. Shoot kameranya pun mendukung.
Saya juga ikutan sakit hati lihat adegan ini. Kasihan Nissa ðŸ˜. BAGUS BANGET POKOKNYA! BRAVO MICHELLE! ðŸ˜
Ditambah Deva yang juga mengatur ekspresinya agar tampak tidak menyangka, ditelanjangi perbuatannya, malu, bersalah, menyesal.
Nah, sampai disini tahan dulu. Adegan masterpiece-nya menurut saya, puncak dari semua konflik, justru ketika Nissa, dengan luapan emosi namun wajahnya tampak hampa, mengkonfrontasi Rani lantas tak sengaja didengar ibunya.
NASKAHNYA, AKTINGNYA, TEKNIK SYUTINGNYA! MASTERPIECE!!! ðŸ˜ðŸ˜
DUUUUHHHH.
SAKIT DADA SAYA NONTONNYA. NYESEEKKK. ðŸ˜ðŸ˜
Membayangkan, naudzubillah, hal demikian jika terjadi di keluarga saya? Apa orang tua kami tidak mati berdiri? ðŸ˜
Dari kecil dididik susah payah agar jadi solih dan berguna, sesat pikir darimana, begitu tega meniduri suami saudara sendiri?
Lalu, tambah gregetnya, sudah menyakiti keluarga, sudah tahu berdosa besar begitu, baik Aris maupun Rani masih bisa-bisanya nyalahin orang lain.
Habis nonton, saya sakit kepala, pemirsa. Tensi langsung naik drastis kayaknya. Berhasil trio aktor, Hanung dan pak Manoj ini mbikin emosi penonton macam rollercoaster ðŸ˜.
ASEEEMMMM ðŸ˜ðŸ˜.
BERDAKWAH DENGAN CARA CERDAS
Sebelumnya, jauh sebelum ini, saya nggak terlalu peduli film-film Indonesia yang saya nikmati disutradarai Hanung atau tidak. Tapi setelah nonton Tuhan Izinkan Aku Berdosa, disusul dengan Ipar adalah Maut ini, saya jadi mengapresiasi cara dia mewadahi pesan-pesan baik di filmnya.
Dari saat duduk rapi menikmati menit demi menit kisah Aris-Nissa-Rani, sampai penutup yang menampilkan sebait hadis nabi (yang menyebutkan bahwa ipar adalah maut), saya berkali-kali dapat hikmah yang bisa diambil.
Interaksi lawan jenis dalam Islam diwadahi lewat dua aturan: menjaga aurat dan menundukkan pandangan. Baik laki-laki maupun perempuan muslim harus tahu ilmu serta pengaplikasiannya.
Akar yang jadi masalah di hubungan Aris-Rani, menurut saya adalah aturan tersebut. Tidak, dari awal Rani diusulkan dan diperbolehkan tinggal bersama mereka pun sudah keliru. Kurangnya awareness terhadap aturan-aturan Islam, situasi dan kondisi, lalu nihilnya rasa khauf (takut) pada Tuhan.
Saya pernah terlibat diskusi mengenai poligami, mereka bilang kadangkala itu terjadi karena takdir. Namun, saya tidak pernah setuju dengan opini tersebut. Begitupun dengan selingkuh, meski pengertian keduanya sangat berbeda. Cara kerja takdir Tuhan berbeda-beda. Ada yang paten, tidak dapat diubah meski kita berusaha. Ada yang sebaliknya.
Di ranah poligami maupun selingkuh, sekali lagi meski keduanya berbeda, manusia bisa berusaha untuk tak melakukannya. Manusia dibekali dengan kemampuan untuk memilih. Dan Aris maupun Rani, walaupun keduanya dalam film menyalahkan Nissa maupun ibunya dalam peran mengusulkan serta mempersilahkan satu atap, menurut saya mereka punya pilihan.
Pilihan untuk berkeras kepala mau ngekos saja.
Pilihan menolak usul ibu.
Pilihan mencarikan kos-an yang aman untuk perempuan.
Pilihan menundukkan pandangan dan menjaga batas-batas.
Maka lihatlah, di akhir cerita, ketika semua rahasia sudah terbongkar, hanya ada penyesalan. Sebab itulah, mereka punya sekian banyak opsi, tapi abai. Nasi sudah jadi bubur, dan yang tersisa adalah pembelajaran.
Saya pribadi sangat suka dengan kalimat renungan Nissa di akhir film. Kira-kira begini bunyinya,
"Kelak, aku akan mengajarkan pada Raya, untuk menjadi wanita yang baik, namun tetap berpendirian. Untuk jadi wanita yang cerdas, namun teguh memegang ajaran agama. Untuk bersikap welas asih, tapi juga tegas."
Pesan yang sangat menyentuh dari bekal pengalaman hidupnya, namun mengirim kekuatan serta nasihat untuk para perempuan di luar sana.
Jjang!
zey's review: 9.5/10
Komentar
Posting Komentar
Komentar anda akan ditampilkan setelah ditinjau